TERKIKISNYA BUDAYA BERTAMU DI SENJA HARI DI PEDESAAN
Manusia adalah makhluk sosial yang dimana dalam perjalanannya membutuhkan Orang lain dalam menjalankan hidupnya. Dalam, proses itu mereka akan saling berintraksi satu sama lain. Interaksi itu bisa terjadi antara individu satu dengan individu yang lain, individu dengan kelompok , dan kelompok dengan kelompok lainnnya. Dalam proses itu akan timbul komunikasi diantara para individu tersebut. Kelancaran interaksi tergantung dengan intensitas mereka dalam berkomunikasi. Komunikasi yang efektif akan lebih memudahkan untuk para individu melakukan interaksi. interaksi tidak hanya terjadi secara lansung antar individu tersebut, intraksi dapat juga tejadi secara tidak langsung ,yaitu melaui sosial media. Perkembangan IPTEK yang begitu tinggi membuat orang akan lebih mudah dalam menjalankan aktifitasnya sehari-hari, misalnya gadget yang dapat menjadi sarana intraksi secara massif antara individu dengan individu yang lain. Dalam interaksi terse but dapat memunculkan sebuah budaya yang akan menjadi suatu kebiasaan yang senatiasa dilakukan oleh masyarakat tersebut. Budaya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat itu sendiri, di dalam masyarakat tersebut pasti terdapat subuah kebiasaan yang akan menjadi budaya dan akan dilakukan setiap waktu untuk melestarikan budaya tersebut. Budaya tersebut seharusnya harus selalu dilestarikan agar kebudayaan tersebut tak habis di makan waktu. Budaya itu sangat penting untuk menjaga keselarasan moral yang terdapat dalam masyarakat tersebut.
A. Faktor
Penyebab
Penyebab renggangnya budaya tersebut karena sikap
individualistis yang merajarela karena kesibukan aktifitas masing-masing
individu. Kegiatan yang super padat yang ada dalam diri mereka sehingga
tergantinya sikap kegotongroyongan menjadi sikap individualisme yang mengarah
pada egoisme. Proses intraksi yang jarang dilakukan ini menyebabkan
perlahan-lahan hilangnya pola budaya yang sederhana ini seperti budaya bertamu
di senja hari tersebut yang mulai hilang dan punah seiring dengan perkembangan
teknologi yang begitu pesatnya. Selain hal tersebut kesibukan dari
masing-masing individu untuk mencukupi kebutuhannya merupakan salah satu
penyebab hialangnya pola budaya tersebut. Tidak adanya proses yang dilandasi
oleh sikap kebersamaan menyebabkan sikap dan rasa individualistis merajarela
dalam kehidupan mereka. Sikap individualisme ini semakin parah seiring dengan
sikap dan rasa yang apatis atau acuh tak acuh terhadap hal yang mungkin mereka
anggap tidak terlalu penting dalam kehidupan mereka. Padahal hal yang seserhana
ini akan memberikan dampak yang besar karena budaya ini di lakukan setiap hari.
Budaya ini akan mempererat solidaritas dalam kelompok itu sendiri dan akan
menghilangkan kecanggungan sosial dalam pola interaksi yang terjadi.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu kuat
akibat proses globalisasi yang tak terbendung dan di tambah tidak adanya
kesiapan dari masyarakat untuk menghadapi setiap unsur-unsur yang masuk ke
dalam kehidupan mereka sehingga proses disorganisasi tak bisa terelakkan.
Unsur-unsur budaya westernisasi yang masuk tanpa filter atau penyaringan
membawa bibi-bibit perpecahan kedalam tubuh kelompok itu sendiri. Budaya yang
ada dalam westernisasi sangat tidak cocok dengan budaya kita yang merupakan
budaya adat ketimuran.
B. Proses
Terkikisnya Budaya Bertamu Di Senja Hari
Manusia membutuhkan manusia lainnya
sebagai makhluk sosial. Dengan adanya interraksi itu tentu perlunya komunikasi
yang efektif diantara masing-masing individu trsebut interaksi yang
terus-menerus dari masing-masing individu tersebut akan memunculkan sebuah
budaya seperti budaya bertamu di sore hari, didalam masyarakat pedesaan.
Akantetapi budaya tersebut perlahan-lahan mulai terkikis oleh waktu, kebiasaan
yang biasanya dilakukan oleh masyarakat seperti berbincang-bincang melepas
penat seusai bekerja sudah tidak dilakukan lagi merka sibuk dengan kegiatan masing-masing.
Sehingga memunculkan sikap individualistis dan egoisme diantara masyarakat
tersebut. Sudah terjadi kemorosotan social dalam hal ini yang menyebabkan
desintegrasi social diantara mereka, sikap individualisme membuat budaya
tersebut hancur lebur taka da sisanya. Hal tersebut juga membuat kemorosotan
moral didalam masyarakat itu sendiri. Tidak adanya komonikasi diantara mereka
sehingga sulit terjadinya sebuah interaksi. Budaya tersebut sudah berlangsung
sejak lama dan kebiasaan ini akan mengakibatkan semakin eratnya pola hubungan
yang terjadi diantara mereka sehingga solidaritas mereka sangat tinggi. Akan
tetapi jika sudah seperti ini maka tidak ada solidaritas diantara mereka
sehingga ketimpangan sosial pun tak bisa terhindarkan, maka oleh karena itu
untuk mewujudkan proses reintegrasi maka perlunya kesadaran masyarakat terhadap
masalh kecil ini akan tetapi memberikan dampak yang bgitu besar terutama bagi
terbentuknya pola hubungan yang harmonis di masyarakat. Pola hubungan yang baik
akan membantu masyarakat untuk menciptakan keselarasan social dan keharmonisan social. Keretakan pola
budaya yang terjadi ini kemungkinan juga akan mengakibatkan pertentangan yang
akan mengarah pada konflik. Konflik yang terjadi biasanya adalah konflik
horizontal diantara mereka karena jarangnya interaksi social diantara mereka
sehingga perteentangan sedikit saja dapat memicu konflik. Pertentangan yang
sering terjadi menyebabkan renggangnya aktivitas social diantara mereka
sehingga desintegrasipun tak bisa terelakkan. Untuk mengembalikan kondisi
seperti sebelum terjadinya disorganisasi ini diperlukan adanya suatu komitmen
bersama dan consensus yang telah disepakati dan disetujui agar nilai-nilai dan
norma yang sempat hilang dapat kembali seperti semula. Dan juga untuk mengembalikan
nilai-nilai moral yang telah dihujani badai keretakan harus ada suatu consensus
dan komunikasi yang intensif didalam tubuh masyarakat itu sendiri. Untuk
mewujudkan keharmonisan itu maka di perlukannya suatu
proses reintegrasi agar nilai-nilai dan norma yang telah rusak dapat kembali
seperti semula dan hal itu dapat di wujudkan jika masyarakat mampu
menghilangkan sikap apatis yang ada dalam diri mereka dan menydari bahwa
pentingnya itu semua dalam hubungan sosial mereka.
C. Proses
Reintegrasi
Untuk mengembalikan nilai dan norma yang sudah terlanjur rusak
tersebut bukanlah hal yang mudah untuk di lakukan, karena dalam proses tersebut
harus ada penyesuan kembali nilai dan norma yang telah rusak. Reintegrasi
sangat di perlukan agar dapat menetralkan keadaan-keadaan yang ada yang sudah
mulai tidak kondusif. Ketegangan-ketegangan yang terjadi yang di akibatkan oleh
sikap egoisme masing-masing individu
tersebut. Oleh karena itu faktor yang paling penting dalam proses reintegrasi
ini adalah faktor internal dari masing-masing individu tersebut. Faktor
internal ini misalnya adalah pola pikir dari individu tersebut dan kesadaran
dari masing-masing individu tersebut. Kesadaran dari individu tersebut sangat
penting dan sangat berpengaruh untuk mengembalikan nilai-nilai dan norma-norma
agar kembali seperti semula. Rasa kesadaran itu harus segera di lakukan agar
proses desintegrasi yang terjadi tidak semakin parah dan semakin
mengkhawatirkan.
Dalam
pandangan sukanto, reintegrasi atau reorganisasi adalah proses pembentukan
kembali norma-norma dan nilai-nilai baru untuk menyesuaikan diri dengan
lembaga-lembaga kemasyarakatan yang mengalami perubahan. Dalam definisi tersebut dapat kita simpulkan bahwa
pentingnya sebuah proses reintegrasi agar nilai-nilai dan norma yang ada dapat
kembali seperti semula selaras dan sesuai dengan apa yang di peruntukkannya.
Dalam hal ini, dimana proses desintegrasi terjadi karena kesibukan
masing-masing individu dalam bekerja untuk mencukupi kebutuhannya, yang dimana dalam prosesnya hal tersebut
menumbuhkan bibit sikap egoisme yang akhirnya akan tumbuh menjadi sikap
individualisme. Jarangnya prose interaksi yang terjadi diantara merekasehingga
perlahan-lahan menumbuhkan sikap apatis
yanag berujung pada perpecahan dari keutuhan kelompok itu sendiri. Disentagrasi
yang terjadi akan menimbulkan dampak yang lebih parah jika masyarakat belum
memiliki kesadaran tersendiri dalam masalah ini. Kelancaran proses pengembalian
norma-norma yang ada dalam reintegrasiini,
tergantung dengan kesadaran masyarakat itu sendiri dalam melakukan pola
interaksi. Interaksi yang dilakukan
secara intensif akan mempermudah dan mempercepat pengembalian nilai dan norma dalam proses reintegrasi.
Dalam proses reintegrasi bisa di lakukan dengan
cara preventif jika terjadi sebelum adanya proses desintegrasi. Akan
tetapi dalam kasus ini bentuk desintegrasi yang dapat di lakukan dengan cara
represif, karena prose desitegrasi sudah teranjur terjadi sehingga di perlukan
funsi perbaikan bukan fungsi pencegahan.
Komentar
Posting Komentar