Implementasi Pengaruh Kebijakan Ekspor-Impor Garam Terhadap Petani Garam Di Desa Pinggir Papas
IMPLEMENTASI PENGARUH KEBIJAKAN EKSPOR-IMPOR GARAM TERHADAP PETANI
GARAM DI DESA PINGGIR PAPAS
Akhmad Fawaid
Program sosiologi , SMA Negeri 2
SUMENEP
Abstrak
Pemerintah
Indonesia khususnya kementerian
perdagangan sebagai lembaga yang
berwenang dalam menentukan kebijakan
ekspor dan impor, tentunya kebijakan tersebut akan memberikan pengaruh dan
dampak yang signifikan terhadap para petani garam di Idonesia secara umum , dan
khususnya para petani yang ada di pulau Madura terutama yang ada di desa
pinggir papas, kalianget, Sumenep. Garam merupakan barang yang berpotensi
menjadi barang komoditi ekspor bagi Indonesia terutama pulau Madura. Kebijakan
pemerintah yang menentukan kebijakan
dengan mengimpor garam dari luar negeri kedalam negeri menjadikan problematika
tersendiri bagi para petani garam. Garam yang dihasilkan oleh para petani garam
lokal kalah bersaing dengan garam yang di impor dari pemerintah dari luar
negeri, akibatnya mereka kalah dalam hal pemasaran untuk itu harus dilakukan
langkah yang nyata terhadap hal tersebut khususnya lembaga-lembaga terkait
seperti kementrian perdagangan untuk dapat menginplementasi tentang
pengaruh-pengaruh dan dampak-dampak yang akan disebkan oleh hal tersebut.
Resuffel kabinet yang dilakukan oleh setkab(secretariat cabinet) untuk
membenahi kinerja cabinet para menteri, terutama yang di resuffel dalam cabinet
tersebut adalah kementrian perdangan. Menteri perdagangan yang terdahulu yaitu
RAHMAT GOBEL yang digantikan oleh yang kita harapkan semuanya semoga
kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan akan membenahi segala aspek yang ada
kaitannya dengan perdagangan khususnya garam akan lebih baik lagi dan berpihak
kepada rakyat-rakyat kecil. Langkah nyata itu baru-baru ini dapat kita lihat dari
dikeluarkannya kebijakan paket ekonomi ke dua yang di keluarkan dan di
canangkan oleh bapak presiden, semoga benar-benar dilaksanakan secara serius
dan benar-benar secara tepat sasaran.
PENDAHULUAN
Perdagangan
merupakan kegiatan jual beli antara satu orang dengan orang lain yang saling
berintraksi, komonikasi dan tawar menawar untuk mencapai suatu kesepakatan
bersama dan tujuan bersama untuk memperoleh sebuah hasil yang saling
menguntungkan di antara masing-masing pihak. Terutama yang ditekankan dalam
perdagangan barang tambang non logam yang berupa garam, garam sendiri di
Indonesia yang terkenal sebagai penghasil garam terbaik yaitu pulau Madura yang
di juluki sebagai pulau garam.
Menyandang
sebagai pulau garam tentunya Madura memiliki tempat-tempat potensial sebagai
penghasil garam terutama yang ada di desa pinggir papas kalianget sumenep
dimana di daerah tersebut banyak para petani garam yang di kelolah PT GARAM
PERSERO yang sudah ada dari mas waktu msa waktu penjajahn belanda di Indonesia,
hal ini dapat dilihat dari bangunan pabrik tersebu seperti benteng kalimoo
perumahan eropa dan pelabuhan sebagai tempat singgah untuk aksebilitas dalam
melakukan hubungan perdagangan pada jaman dahulu.
Kebijakan ekspor impor di Indonesia sudah berlangsung lama
bahkan pada saat zaman colonial belanda pada realitasnya kebijakan ini selalu
tidak berpihak terhadap orang-orang kecil keberadaan mereka seolah tidak di
akui dan mereka juga tidak diperdulikan tidak jarang pula terjadi diskriminasi
terhadap mereka hal ini menyebabkan tekanan mentalitas terhadap masyarakat itu
sendiri. Tidak banyak pula masyarakat yang berprofesi sebagai petani garam
tidak memiliki skill dalam konteks bidang lain hal ini menyebabkan ketimpangan
sosial yang terjadi pada paradikma yang tersusun dari atas sampai akhir.
Pada
objektifitas dalam realitas yang terjadi masyarakat sulit untuk menyampaikan
aspirasinya karena mereka tidak di berikan akses untuk menyampaikan aspirasinya
tersebut. Pemerintah harus mensosialisasikan segala aspek-aspek yang berkaitan
dengan masyarakat khususnya dalam hal ini adalah kebijakan yang di ambil oleh
pemeritah dalam hal espor impor garam. Eskpestasi masyarakat sudah terlanjur
terhadap pemerintah akan tetapi dengan peristiwa hal tersebut menyebabkan
ekspektasi dalam masyarakat menjadi menurun(down).
ojektifitas yang terjadi bahwa ada kemungkinan ada praktek
internal yang bermain di dalam penentuan kebijakan-kebijakan itu. Internalisasi
yang terjadi di dalam lingkungan di pemerintah harus di brantas. Oknum-oknum
yang bermain di sana tentunya memiliki kepentingan politik dan kepentingan
pribandi yang menyebabkan rasionalitas berpikir mereka kalah dengan ego
mereka.
Untuk
itu terdapat fakta menarik terutama di desa pinggir papas bahwa terjadi bebagai
bentuk diskriminasi dan penolakan masyarakat terhadap kebijakan tersebut
sebagian masyarakat yang berada di desa tersebut ingini kebijakan itu segera di
cabut.
Indonesia diketahui masih mengimpor garam dalam jumlah yang
cukup besar. Apa sebenarnya alasan pemerintah membuka keran impor garam ditengah
sumber daya bahan baku yang sangat berlimpah di Indonesia itu?
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Dedi Saleh mengungkapkan kebijakan impor garam yang mereka terapkan sebenarnya memang disebabkan produksi dalam negeri yang tidak mencukupi. Ia mengungkapkan, pada tahun 2010 lalu, panen garam tidak bagus sehingga keran impor akhirnya dibuka.
"Berarti produksi di dalam negeri itu kurang. Kalau produksi dalam negeri meningkat, kita kurangi jatah impornya," ujarnya ketika ditemui di kantornya, Jakarta, Senin malam (8/8/2011).
Dedi menambahkan, pihaknya akan benar-benar mengurangi izin impor atau bahkan menutup keran impor garam asalkan kebutuhan garam dalam negeri benar-benar sudah dapat dicukupi. Namun, semua pihak terkait juga perlu memberikan data yang benar agar tidak merugikan konsumen dalam negeri.
"Asal betul diberi data produksi dalam negerinya. Jangan produksi dalam negeri dikatakan tinggi, impor kita kurangani atau stop, tahu-tahu barangnya tidak ada di dalam negeri karena iklim sehingga harga meningkat nanti kebutuhan masyarakat yang dikorbankan," tambahnya.
Dedi menjelaskan, Peraturan Menteri Perdagangan sebenarnya tertulis dapat menentukan waktu panen raya garam. Karena pada tahun ini panen garam akan terjadi pada bulan Agustus, kebijakan
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Dedi Saleh mengungkapkan kebijakan impor garam yang mereka terapkan sebenarnya memang disebabkan produksi dalam negeri yang tidak mencukupi. Ia mengungkapkan, pada tahun 2010 lalu, panen garam tidak bagus sehingga keran impor akhirnya dibuka.
"Berarti produksi di dalam negeri itu kurang. Kalau produksi dalam negeri meningkat, kita kurangi jatah impornya," ujarnya ketika ditemui di kantornya, Jakarta, Senin malam (8/8/2011).
Dedi menambahkan, pihaknya akan benar-benar mengurangi izin impor atau bahkan menutup keran impor garam asalkan kebutuhan garam dalam negeri benar-benar sudah dapat dicukupi. Namun, semua pihak terkait juga perlu memberikan data yang benar agar tidak merugikan konsumen dalam negeri.
"Asal betul diberi data produksi dalam negerinya. Jangan produksi dalam negeri dikatakan tinggi, impor kita kurangani atau stop, tahu-tahu barangnya tidak ada di dalam negeri karena iklim sehingga harga meningkat nanti kebutuhan masyarakat yang dikorbankan," tambahnya.
Dedi menjelaskan, Peraturan Menteri Perdagangan sebenarnya tertulis dapat menentukan waktu panen raya garam. Karena pada tahun ini panen garam akan terjadi pada bulan Agustus, kebijakan
impor garam pun sudah harus dihentikan pada bulan Juli. "Berdasarkan rekomendasi kementerian teknis. makanya dalam rapat itu
disepakati impor sampai pertengahan Agustus diberikan waktu impor karena
diperkirakan mulai panen raya pertengahan agustus," jelasnya. Di tempat yang sama, Menteri Perdagangan, Mari Elka Pangestu juga berkomentar,
bersama dengan Kementerian Perindustrian dan Kementerian Kelautan dan Perikanan
akan melakukan koordinasi untuk menentukan garam dalam negeri."Garam di dalam negeri harus ada. Berarti panennya kapan dan produksinya
berapa harus tahu," jelasnya.
Di samping itu, Mari menambahkan, kualitas garam yang akan dikonsunsi di dalam negeri juga harus diperhatikan."Kualitas dari garamnya juga harus ada standar dan itu berlaku untuk garam dalam negeri dan luar negeri karena konsumen kita berhak mendapat garam dengan standar," ungkapnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) porsi impor garam Indonesia yang terbesar adalah dari Australia. Untuk periode Januari hingga Juni 2011, impor garam dari negeri Kanguru mencapai 1,04 juta ton dengan nilai US$ 53,7 juta.
Selain dari Australia, impor garam juga diambil dari India yaitu sebesar 741,12 ribu ton dengan nilai US$ 39,84 juta. Ada juga dari Singapura, Selandia Baru, Jerman sehingga total impor garam sampai Juni 2011 mencapai 1,8 juta ton dengan nilai US$ 95,42 juta
impor garam pun harus di hentikan pada akhir
bulan juli pada waktu itu. .
"Berdasarkan rekomendasi kementerian teknis. makanya dalam rapat itu
disepakati impor sampai pertengahan Agustus diberikan waktu impor karena
diperkirakan mulai panen raya pertengahan agustus," jelasnya. Di tempat
yang sama, Menteri Perdagangan, Mari Elka Pangestu juga berkomentar, bersama
dengan Kementerian Perindustrian dan Kementerian Kelautan dan Perikanan akan
melakukan koordinasi untuk menentukan garam dalam negeri.
"Garam di dalam negeri harus ada. Berarti panennya kapan dan produksinya berapa harus tahu," jelasnya. Di samping itu, Mari menambahkan, kualitas garam yang akan dikonsunsi di dalam negeri juga harus diperhatikan dan dapat memenuhi kebutuhan garam nasional..
"Kualitas dari garamnya juga harus ada standar dan itu berlaku untuk garam dalam negeri dan luar negeri karena konsumen kita berhak mendapat garam dengan standar," ungkapnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) porsi impor garam Indonesia yang terbesar adalah dari Australia. Untuk periode Januari hingga Juni 2011, impor garam dari negeri Kanguru mencapai 1,04 juta ton dengan nilai US$ 53,7 juta.
Selain dari Australia, impor garam juga diambil dari India yaitu sebesar 741,12 ribu ton dengan nilai US$ 39,84 juta. Ada juga dari Singapura, Selandia Baru, Jerman sehingga total impor garam sampai Juni 2011 mencapai 1,8 juta ton dengan nilai US$ 95,42 juta. Garam telah menjadi konsumsi masyarakat Indonesia sehari-hari. Garam dapur terutama, telah menjadi bahan makanan yang paling dibutuhkan di semua lapisan masyarakat. Akan tetapi tahukah kita bahwa Indonesia mengimpor garam dalam jumlah yang sangat besar. Inilah fakta yang terjadi. Produksi garam lokal pada kenyataannya tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan garam domestik yang kemudian memaksa pemerintah untuk mengimpor garam dari negara lain. Ironis tampaknya ketika Indonesia sebagai negara kepulauan dengan garis pantai terpanjang ke-4 di dunia tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan garam dalam negerinya. Garam yang bersumber dari air laut masih mengalami kelangkaan pada waktu-waktu tertentu. Terlebih lagi kebutuhan garam masyarakat Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Dalam menganalisis kebijakan impor garam yang dilakukan pemerintah maka tentunya poin utama yang patut diperhatikan adalah proses pengambilan kebijakan itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam tiap pengambilan kebijakan suatu negara terdapat pertarungan antara kelompok-kelompok kepentingan baik dalam pemerintahan maupun yang bertindak sebagai kelompok penekan. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian menjadi representasi kepentingan nasional. Di sisi lain ada asosiasi petani garam dan PT Cheetam yang mewakili kepentingan mereka masing-masing.
"Garam di dalam negeri harus ada. Berarti panennya kapan dan produksinya berapa harus tahu," jelasnya. Di samping itu, Mari menambahkan, kualitas garam yang akan dikonsunsi di dalam negeri juga harus diperhatikan dan dapat memenuhi kebutuhan garam nasional..
"Kualitas dari garamnya juga harus ada standar dan itu berlaku untuk garam dalam negeri dan luar negeri karena konsumen kita berhak mendapat garam dengan standar," ungkapnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) porsi impor garam Indonesia yang terbesar adalah dari Australia. Untuk periode Januari hingga Juni 2011, impor garam dari negeri Kanguru mencapai 1,04 juta ton dengan nilai US$ 53,7 juta.
Selain dari Australia, impor garam juga diambil dari India yaitu sebesar 741,12 ribu ton dengan nilai US$ 39,84 juta. Ada juga dari Singapura, Selandia Baru, Jerman sehingga total impor garam sampai Juni 2011 mencapai 1,8 juta ton dengan nilai US$ 95,42 juta. Garam telah menjadi konsumsi masyarakat Indonesia sehari-hari. Garam dapur terutama, telah menjadi bahan makanan yang paling dibutuhkan di semua lapisan masyarakat. Akan tetapi tahukah kita bahwa Indonesia mengimpor garam dalam jumlah yang sangat besar. Inilah fakta yang terjadi. Produksi garam lokal pada kenyataannya tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan garam domestik yang kemudian memaksa pemerintah untuk mengimpor garam dari negara lain. Ironis tampaknya ketika Indonesia sebagai negara kepulauan dengan garis pantai terpanjang ke-4 di dunia tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan garam dalam negerinya. Garam yang bersumber dari air laut masih mengalami kelangkaan pada waktu-waktu tertentu. Terlebih lagi kebutuhan garam masyarakat Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Dalam menganalisis kebijakan impor garam yang dilakukan pemerintah maka tentunya poin utama yang patut diperhatikan adalah proses pengambilan kebijakan itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam tiap pengambilan kebijakan suatu negara terdapat pertarungan antara kelompok-kelompok kepentingan baik dalam pemerintahan maupun yang bertindak sebagai kelompok penekan. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian menjadi representasi kepentingan nasional. Di sisi lain ada asosiasi petani garam dan PT Cheetam yang mewakili kepentingan mereka masing-masing.
kompleksnya hubungan dan kepentingan tentunya menciptakan pro dan kontra
dalam kebijakan impor garam.
Impor garam banyak dikritik oleh sejumlah kalangan karena dianggap
melibatkan artikulasi kepentingan korporasi yang akan mematikan insdustri garam
lokal dan mencabut pencaharian para petani garam. Isu ini pernah menjadi topik
hangat yang kemudian dikaitkan dengan pemecatan Fadel Muhammad sebagai Menteri
Kelautan dan Perikanan yang pernah menolak kebijakan impor garam. Dengan
melihat hal terebut maka tentunya tidak dapat dinafikkan bahwa motivasi ekonomi
dan politik menjadi landasan dalam diambilnya kebijakan impor garam. Pemerintah
dianggap telah bekerja sama dengan perusahaan pengimpor garam dalam melolosakan
kebijakan tersebut.
Hal menarik yang patut diperhatikan adalah tidak ada
sinkronitas antara data yang disajikan oleh kementerian-kementerian terkait.
Secara stratistik tidak ada kesesuaian antara data-data yang disajikan terkait
kemampuan produksi garam lokal. Angka yang tertera ini tentunya tidak dapat
dipertanggungjawabkan. Akibatnya kebijakan impor garam yang seharusnya
didasarkan pada alokasi kebutuhan garam lokal juga tidak mempunyai kejelasan. Terkait
impor tersebut, pemerintah yang mengimpor garam dari Australia mengemukakan
alasan bahwa pada dasarnya produksi garam lokal memang tidak mampu memenuhi
kebutuhan dalam negeri sehingga harus impor. Hal ini terutama disebabkan
beberapa hal antara lain keterbatasan teknologi dan kondisi alam. Di Australia
contohnya, telah ada teknologi yang dapat menyuling air laut sehingga bisa
memperoleh garam dengan kualitas baik. Di samping itu musim hujan juga
memengaruhi tingkat penurunan produksi garam yang sangat drastis. Iklim dengan
curah hujan yang besar sangat tidak kondusif dalam pengolahan garam yang sangat
membutuhkan sinar matahari. Untuk itu walaupun perairan Indonesia sangat luas,
tetapi pengolahan garam yang masih sangat tradisional pada kenyatannya menjadi
penghambat efisiensi, kualitas dan kuantitas produksi garam lokal. Akan tetapi
jika mengamati argumentasi yang dikemukakan pemerintah poin yang menjadi
pertanyaan kemudian adalah sejauh mana langkah pemerintah untuk mengembangkan
teknologi pengolahan garam di Indonesia secara mendiri. Bukankah dengan
penerapan teknologi yang lebih mutakhir akan memperbesar kouta produksi dalam
negeri dan melipatgandakan keuntungan bagi negara yang nantinya akan
berimplikasi pada kesejahteraan masyarakat terutama para petani garam. Namun
sepertinya motivasi pemerintah tidak lagi didasarkan pada kesejahteraan rakyat.
Keuntungan materi yang sebesar-besarnya bagi kelompok-kelompok kepentingan
tertentu telah menjadi landasan dalam pengambilan kebijakan. Hingga saat ini
belum ada upaya signifikan dari pemerintah untuk meng-upgrade teknologi
pengolahan garam. Bahkan tidak ada insentif bagi petani garam sehingga mereka
sebagian besar tidak mampu lagi berproduksi.
Ada beberapa hal yang patut untuk dievaluasi
kembali dari kebijakan pemerintah mengimpor garam. Pertama, harus ada
kejelasan mengenai kapasistas produksi dalam negeri dan sinergitas antara semua
lembaga pemerintah yang terkait. Hal ini guna mengetahui kondisi garam domestik
dan besar kuota garam yang dapat diimpor. Kedua, harus ada pelibatan perwakilan
petani garam dalam pengambilan kebijakan impor garam tersebut. Hal ini agar
kebijakan yang diambil nantinya mampu mengakomodasi kepentingan masyarakat.
Ketiga, kalaupun pemerintah harus mengimpor garam akibat permintaan domestik
yang sangat besar maka kebijakan impor tersebut harus diiringi dengan upaya
pengembangan teknologi jangka panjang. Hal ini agar impor garam tidak menjadi
ketergantungan dalam waktu yang lama dan ada peluang bagi indonesia untuk
swasembada garam di masa yang akan datang. Selanjutnya pemerintah juga harus
memperhatikan dan mengatur waktu dalam mengimpor garam. Waktu impor yang baik
adalah jauh dari musim panen.
Ketika pemerintah mengimpor saat panen garam akan
berimplikasi pada turunnya harga garam di pasaran yang secara otomatis akan
menurunkan tingkat pendapatan petani garam.
Beberapa hal di atas menjadi rekomendasi bagi
pengambil kebijakan terkait impor garam. Perlu partisipasi aktif dari semua
pihak dalam mengawasi dan mengkaji kembali setiap kebijakan pemerintah. Hal ini
tentunya untuk mewujudkan kebijakan yang adil bagi kesejahteraan masyarakat.
METODE
penelitian ini menggunakan metode penelitian
kualitatif. Metode kualitatif adalah
penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alami di
mana peneliti adalah sebagai insturumen kunci. Penelitian kualitatif dilakukan
untuk memahami fenomena social dari pandangan pelakunya. Pengumpulan data dalam
penelitian ini di lakukan dengan teknik observasi partisipasi, wawancara, dam
metode lain yang menghasilkan data yang bersifat deskriptif guna mengungkapkan
sebab dan proses terjadinya peristiwa yang dialami objek penelitian.metode ini
menggunakan pendekatan eksperimen. metode eksperimen sendiri memiliki dua model
, yaitu eksperimen tidak sebenarnya(pre
experiment design) dan dan eksperimen tiadk sebenarnya(true experiment design)I. Eksperimen adalah penelitian yang tidak
selalu menyertakan kelompok control dalam prosesnya. Misalnya, seseorang
meneliti pengaruh doi mainkannya music di dalam kelas saat kegiatan belajar
mengajar. Jika peneliti hanya mengamati satu kelas yang di beri music maka dia
telah menerapkan metode pre experimental
design. Namun jika peneliti itu juga mengamati satu kelas yang tidak di
beri musik (sebagai pembanding atau kelompok control) maka dia telah menerapkan
metode true experiment design. Penelitian
ini memilih lokasi di desa Pinggir Papas, Kecamatan Kalianget, Kabupaten
Sumenep.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Nasib
industri garam memang tragis. Tidak seperti industri baja, pertekstilan, atau
sektor alas kaki yang memperoleh perhatian pemerintah dan diberikan sejumlah
fasilitas, industri garam seolah dibiarkan hidup seadanya. Indonesia yang
memiliki garis pantai sepanjang 95.181 km atau terpanjang keempat di dunia,
terpaksa harus terus menerus mengimpor garam setiap tahun. Industri garam
bahkan tidak pernah dikelompokkan ke dalam barang strategis kendati kebutuhan
domestik sangat besar dan keberadaannya sangat vital dalam mencukupi kebutuhan
dasar rakyat.
Terasa aneh memang jika kita mendengar
bahwa Indonesia mengimpor garam. Timbul berbagai pertanyaan pada diri kita
mengenai hal ini. Sebanarnya Indonesia Negara perairan atau tidak? Perairan
Indonesia itu kekeringan ya? Pantai disekitar perairan Indonesia sudah habis ya
karena abrasi? Kemana para petani garam Indonesia mereka berubah propesi ya?
Kenapa Indonesia bisa mengimpor garam padahal perairan Indonesia sangat luas
yaitu sekitar 3.287.010 km^2 dan pantainya sangat panjang sehingga disebut
dengan Negara perairan.Indonesia memiliki pantai yang luas, seharusnya mampu
menghasilkan garam yang banyak dan berkualitas, namun tidak untuk saat ini,
kita belum mampu. Indonesia masih mengimpor garam untuk jenis garam industri,
yaitu yang
digunakan
sebagai bahan baku atau katalis dalam berbagai jenis industri (misal:
penyamakan kulit hewan, tekstil, dan kosmetik). Tentu saja untuk keperluan
industri dibutuhkan garam berkualitas, namun lagi-lagi kita belum bisa memenuhi
permintaan pasar untuk yang satu ini. Yah.. kemampuan petani garam kita
sebagian besar baru sebatas untuk garam konsumsi (garam dapur) yang kebanyakan
berada di kualitas ke-3.
Kebutuhan
garam konsumsi untuk tahun 2012, sebesar 1,4 juta ton, sedangkan garam Industri
1,8 juta ton. Kita telah hitung, melalui usulan dari Direktur Jenderal
(Dirjen) Manufaktur Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan hasilnya, kita
masih membutuhkan 533.000 ton garam kosumsi, dan itu dipenuhi dengan
impor. Selama ini pasar dalam negeri membutuhkan 2 jenis garam, yaitu garam
yang diperuntukkan untuk konsumsi dan industri. Garam kosumsi dengan NACL
sebesar 94,7 persen digunakan tidak hanya untuk konsumsi tapi juga pengasinan
dan untuk kosumsi makanan manusia dan ternak. Sedangkan, garam Industri dengan
kadar NACL 97 persen atau kadarnya lebih tinggi dari garam konsumsi, banyak
digunakan untuk industri kulit, farmasi dan tekstil. Kebutuhan garam untuk
industri 100 persen harus impor. Sedangkan untuk kebutuhan garam kosumsi
dilakukan lebih pada penyerapan garam lokal, kekurangannya baru dipenuhi
lewat impor.
Ada
yang bilang ini ironis, Indonesia sebagai negara kepulauan dengan pantai yang
sedemikian panjang tetapi tetap saja butuh importasi garam. Akan tetapi, mau
tidak mau, suka atau tidak suka, itu memang harus kita lakukan karena hasil
produksi tidak mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri. Tahun ini saja, kita
masih membutuhkan 533 ribu ton lagi garam untuk konsumsi dalam negeri.
Kekurangan pasokan garam yang kita alami karena ada peran cuaca yang mempengaruhi
kualitas dan kuantitas garam itu sendiri. Berfluktuasinya cuaca di Indonesia
menyebabkan kualitas garam yang dihasilkan belum sebaik garam impor. Kondisi
alam Indonesia yang demikian subur ternyata menjadi faktor yang cukup merugikan
para petani garam. Curah hujan di Indonesia terlalu tinggi atau berkisar
1.200-1.400 mm per tahun, tingkat kelembapan 60%-80%, bulan kemarau 3-6 bulan,
luas rata-rata per pegaraman hanya 1.000-1.200 ha (kecuali Sumenep 2.700 ha),
sedangkan produktivitas lahan hanya 50-60 ton per ha.
Dari waktu ke waktu, areal pegaraman
terancam semakin susut akibat adanya alih fungsi lahan, sehingga produksi
secara nasional semakin mengecil.Akibatnya,kecil potensi lahan ideal yang
tersedia untuk industri pegaraman.Madura, yang menjadi basis produksi garam
terbesar di Indonesia, bahkan hanya memiliki panjang kemarau kering
berkelanjutan selama sekitar 5 minggu. Pemerintah pernah melakukan survei
udara. Hasilnya, dari total panjang pantai di Indonesia, hanya 34.000 hektare
pantai yang memenuhi persyaratan produksi garam, sedangkan yang betul-betul
efektif dimanfaatkan baru sekitar 18.000 ha [52,94%].
Dari total produksi garam dunia sekitar 240 juta ton per tahun,
Indonesia hanya mampu menghasilkan 1,2 juta ton. Produsen terbesar garam di
dunia dipegang China dengan produksi 48 juta ton per tahun, diikuti India (16
juta ton), Australia (12 juta ton), Thailand (3 juta ton), dan Jepang (1,4 juta
ton). Di dalam negeri, dari total kebutuhan sekitar
2,79 juta ton pada 2008, industri garam (termasuk garam rakyat), hanya mampu
memasok 1,03 juta ton sehingga sekitar 1,63 juta ton garam atau setara 157,89%
pasokan tambahan harus dipenuhi dari impor. Kebutuhan garam pada 2008
dialokasikan untuk sektor konsumsi (garam iodisasi) seperti rumah tangga, industri
makanan, pengasinan ikan, dan pakan ternak sebesar 1,12 ton. Konsumsi garam
noniodisasi (garam perminyakan, industri nonpangan/chlor alkali, perkebunan,
farmasi, berkadar garam (NaCl) sekitar 90%-98,5%) mencapai 1,67 juta ton.
Hal ini menyebabkan kekecewaan dari
para petani garam , semakin lama produktifitas garam kita semakin mengecil yang
membuat para petani garm merasa seperti di anak tirikan oleh pemerintah,
khususnya para petani yang ada di desa pinggir papas yang merasa bahwa jikalau pemerintah
Indonesia terus mengimpor garam dari luar maka lama-lama pekerjaan mereka akan
hilang. Mereka bertanya-tanya mengapa pemerintah lebih memilih untuk mengimpor
barang dari pada untuk mengembangkan segala aspek
potensi yang dimiliki oleh wilayah laut Indonesia yang memiliki garis pantai
terpanjang di dunia.
KESIMPULAN
Masyarakat khususnya petani garam sangat kecewa dengan
kebijakan diambil oleh pemerintah itu.
Mereka selalu berharap pemerintah dapat melihat mereka sebagai rakyat kecil.
Dimana mereka dalam proses produk sinya masih menggunakan tenaga manual masih
kalah bersaing dengan dengan garam impor yang notabene menggunakan tenaga mesin dalam proses produksinya.
Karena produksi garam lokal masih belum bisa memenuhi kebutuhan
dalam negeri. Yang terpenuhi hanya kebutuhan garam dapur saja, itupun kurang
asin, sebab kualitasnya kalah jauh dari
garam impor, karena terkendala oleh cuaca, teknologi dan lain
sebagainya. Sedangkan untuk garam industri masih belum bisa terpenuhi.
Ada
tiga syarat vital untuk menghasilkan kualitas garam yang sesuai standar,yang
pertama yaitu, air laut sebagai bahan baku harus memiliki kadar garam yang
tinggi. Kadar garam bisa tinggi jika di pantai itu tidak terdapat muara sungai
sehingga air laut harus jernih. Selain itu, pasang surut air laut yang mencapai
permukaan daratan tidak lebih dari 2 meter. Kedua adalah pantai/daratan sebagai
ladang pegaraman utama dengan tinggi sekitar 3 meter di atas permukaan laut
sehingga air laut tidak boleh porous atau merembes ke dalam tanah (ladang).
Untuk ladang perorangan dibutuhkan minimum 1 hektare, sedangkan untuk
perusahaan sedikitnya 4.000 hektare. Ketiga, iklim sebagai sumber energi. Curah
hujan di suatu pantai ladang garam maksimal berkisar 1.000 milimeter 1.300
milimeter (mm) per tahun dengan tingkat kemarau kering berkelanjutan sedikitnya
4 bulan per tahun, jarang mendung dan berkabut serta kelembapan yang rendah
(terus-menerus panas).
B. SARAN
Seharusnya pemerintah tidak hanya tinggal diam saja, mereka harus
mencari solusi dengan cara memberikan infrastruktur yang bagus dan memadai
serta menydiakan peralatan-peralatan yang diperlukan oleh para petani untuk
proses pengolahan garam. Dengan begitu kualitas garam yang dihasilkan akan
lebih baik dan lebih banyak. Selain itu pemerintah juga harus memperhatikan
kesejahteraan para petani, karena para petani garam merasa mereka kurang
diperhatikan oleh pemerintah. Masyarakat pun juga bisa ikut andil untuk
menemukan solusi dari masalah ini dengan cara melakukan penelitian dan juga
menciptakan teknologi yang bisa memudahkan para petani garam. Seperti yang
dilakukan oleh mantan PNS dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Ingat
! Solusi tanpa aksi, bagaikan sayur tanpa garam.
DAFTAR PUSTAKA
Bahan Penataran Guru SMU. 1997. sosiologi ll. Jakarta:
Depdikbud
Kartono, Kartini. 1996. Pengantar Metodologi Riset Sosial . Bandung : Mandar Maju
Kun Maryati. 2013.
Sosiologi. Jakarta : PT Penerbit
Airlangga
Juju Suryawati. 2013.
Sosiologi. Jakarta : PT Penerbit
Airlangga
Sugiono. 2011.Statistika Untuk Penelitian. Bandung :
alfabeta
Buku Sosiologi. 2013 . Metode Penelitian Sosial untuk
Memahami Gejala Sosial di Masyarakat. Jakarta : PT Tiga Serangkai Pustaka mandiri
Komentar
Posting Komentar